Saturday, April 9, 2011

lanjutan...Upacara Adat Pahti Kharapau


Pada pagi hari sesudah kegiatan Liko Thubu berakhir, para Lakimosa dan Waiwalu melaksanakan kegiatan “Rangga Ubi Thede” (memagar kampung) yang secara simbolis dipasang bambu penghalang pada pintu gerbang utama masuk kampung. Tujuannya untuk menghalangi orang-orang yang mempunyai niat jahat menghalangi upacara Pathi Kharapau. Sesudah Rangga Ubi Thede para Lakimosa Kombi mengutus petugas pergi ke Cua (kampung tetangga adat) dengan tugas khusus untuk menyampaikan undangan kepada para Lakimosa dari Thubu Cua dan masyarakat adat Cua supaya datang dan mengikuti kegiatan Togo Thodo Thana (tarian tandak di atas Thubu) dengan maksud untuk membuat tanah yang baru diratakan menjadi keras, sekaligus undangan untuk makan bersama karena sudah membantu memperbaiki Thubu. Atas undangan tersebut maka pada sore hari orang2 dari Kampung Cua datang ke Nitung dan diharuskan memasuki kampung Nitung melalui pintu gerbang utama yang sudah ditutup dengan pagar bambu. Untuk memasuki kampung Nitung mereka harus membongkar paksa “pintu gerbang” (rangga ubi tede). Sebelum pintu gerbang dibongkar, masing2 pihak akan saling melempar dengan menggunakan biji padi/beras sebanyak 5 kali secara bergantian, sambil melontarkan kata-kata yang membakar semangat dan emosi kedua belah pihak. Sesudah saling melempar padi/beras (sudah dipersiapkan) lima kali, pintu gerbang dibongkar paksa oleh para Lakimosa dan Waiwalu Cua, supaya bisa memasuki kampung adat Nitung. Acara diteruskan dengan saling melempar dengan biji padi, menyiram dengan air (kotor) atau saling “tembak menembak” dengan senapan bambu yang sudah dipersiapkan masing-masing pihak (semacam perang tanding). Acara ini harus dilaksanakan semeriah mungkin, kalau ada “kembang api” dengan bunyi yang keras dapat dinyalakan). Kegiatan ini berjalan mulai dari pintu gerbang utama sampai ke atas Thubu, lalu dilanjutkan dengan Togo-thodo thana dan nati thana ngarane (tarian dan nyanyian adat). Setelah itu, acara dilanjutkan dengan Makan Malam bersama. Masyarakat Adat Nitung akan melayani dan memberi makan kepada para undangan (Lakimosa dan masyarakat Cua dan semua orang yang pada saat itu datang menonton acara tersebut). Selesai makan bersama, acara Togo-thodo thana dan nati tana ngarane dilanjutkan sampai buka siang.

Pathi Karapau dan Tasimosa: merupakan Puncak Upacara Adat. 
Urutan Upacara: Pagi-pagi para Lakimosa Kombi membuat tenda bambu dengan atap berbentuk segitiga yang terletak di bagian selatan Thubu (sangat sederhana sesuai ketentuan adat). Tenda bambu darurat ini dibuat sebagai tempat untuk acara Tanga Kharapau (adalah sebuah ritus adat dimana “ata phisa/orang pintar” akan melakukan "penelitian/pemeriksaan" terhadap seluruh tubuh kerbau apakah ada Lobo Mae (Jiwa seseorang) yang dititipkan oleh orang-orang yang berniat jahat yang ditanamkan ke dalam badan kerbau tersebut sehingga membuat kecelakaan atau jatuh sakit, baik masyarakat adat Nitung maupun para tamu yang mengikuti upacara. Selanjutnya kerbau ditarik masuk tenda dan diikat pada tiang bambu yang sudah disiapkan, menunggu kegiatan Tanga Kharapau. Kegiatan Tanga Kharapau (pemeriksaan/pengamatan) oleh “Ata Phisa” dilakukan sepanjang hari, sampai memasuki persiapan acara Oro dan Ngonga Langa/Thai. Sambil menunggu acara Oro dan Ngonga Thai, pada sore hari di atas Thubu dilangsungkan acara Togo dan Niu Wae oleh pihak Lakimosa Pathi dan masyarakat. Acara ini ditandai dengan Lakimosa Kombi menyerahkan gading/emas kepada para Lakimosa Pathi dan menuangkan air (thambo wae) ke kaki Lakimosa Pathi, sambil terus Togo dan menyanyi dalam bahasa adat sebagai berikut: Embu de keso kose, Lera kami ae mai, ele lele le oooo mai lera kami ae mai, yang diulang sebanyak 5 kali. Sesudah ritus Togo dan Niu Wae diatas Thubu, para Lakimosa Kombi menngeret/tarik kerbau masuk ke rumah Lakimosa Tongge (Lakimosa Kombi yang selama lima tahun bertugas menjaga dan memelihara kerbau adat atau disebut Tedu lama wawi). Acara ini dimaksudkan sebagai acara pamitan terakhir dengan orang yang selama ini membesarkan dan menjaga kerbau. di dalam rumah dinyanyikan lagu adat Oro dan diulang sebanyak lima kali. Selanjutnya kerbau ditarik keluar dari rumah Lakimosa Tongge, dan pergi ke pelabuhan (langa) untuk melihat laut (thai) terakhir kalinya (lau ngonga langa/thai) yang secara simbolis hanya sampai diujung kampung, sepanjang perjalanan menuju ke pelabuhan/laut dan pulang selalu dinyanyikan lagu adat Oro. Maksud kegiatan ini juga sebagai acara pamitan terakhir. Setelah selesai melihat laut, kerbau ditarik kembali menuju Thubu. Dalam perjalanan menuju Thubu kerbau akan beristirahat sejenak di “Watu Woko” (nama tempat) guna memulihkan kekuatan karena dianggap lelah dan cape karena menempuh perjalanan jauh. Selama masa istirahat dibunyikan gong gendang sebanyak lima kali (maba ko cai homa lima). Sesudah istirahat, perjalanan dilanjutkan langsung menuju tempat upacara adat (diatas Thubu) melalui tangga utara. Diatas Thubu kerbau langsung diikatkan ke Mase (tiang utama untuk mengikat kerbau) yang sudah disiapkan oleh para Lakimosa Kombi. Dengan terikatnya kerbau pada tiang utama (Mase) menandakan bahwa kerbau telah diserahkan oleh para Lakimosa Kombi kepada para Lakimosa Pathi untuk dilanjutkan dengan Upacara Adat Pathi Kharapau. Kerbau siap dipotong. Yang bertugas untuk potong kerbau adalah para Lakimosa Pathi. Pembagian siapa yang memotong bagian leher, kaki depan dan kaki belakang diatur sendiri oleh para Lakimosa Pathi. Acara pemotongan harus berlangsung dengan sangat meriah, sambil menari dan menyanyi (secara adat) dan bunyi gong gendang disertai sorak sarai dan teriakan heroik para Lakimosa Pathi dan penonton, kerbau dipotong sampai mati. Pada saat kerbau jatuh dan mati kepala harus diarahkan ke arah matahari terbenam, pada mulutnya diberikan makanan berupa rumput gelagah (Oko) dan pada bagian leher disiram Siwe (padi) secukupnya, sebagai lambang bahwa arah jalannya sudah benar dan membawa serta makanan dan bekal secukupnya untuk sampai ketujuan. Sesudah kerbau mati, para Lakimosa Pathi pergi meninggalkan Thubu  menuju rumah peristirahatan yang juga sudah dipersiapkan. 
Acara dilanjutkan dengan ritus Tasimosa. Tasimosa adalah nyanyian permohonan (Ci Cawo) kepada sang Pecipta Semesta alam dan para leluhur agar memberikan kesuburan tanah, tanaman pertanian, perkebunan supaya menghasilkan buah berlimpah, ikan dilaut bertambah banyak, hutan bertumbuh subur dan lebat, agar memberkati semua orang supaya berhasil dalam semua usaha dan kegiatan, dan lain-lain permohonan. Acara ini ditandai dengan melagukan lagu Adat sambil menginjakan satu kaki ke atas tubuh kerbau, sebagai berikut: khami momo thasimosa o kamba khere bho lau (Refren 5 kali), dilanjutkan dengan (solo): Nodo tei thembo ere cewo lo ere kago, bhulu kami cabe ere po ne, puna ere bhawe ne, hi ne lae nggole tana, wunu ne reta nggoko roja, laki tuli nipine ere pii, repa ne ere bhawe, koja lokha ne mi mora, bhau reru ne mi hoga, thue tene ngura, thana thene mithe, antara Refrein dan Solo selalu diulang sebanyak lima kali. Nada Lagu dinyanyikan dengan penuh perasaan sedih. Sesudah Tasimosa seorang petugas yang sudah ditetapkan (Lakimosa Kombi) mengambil darah kerbau untuk disiramkan ke setiap tanah (tempat yang memberikan kehidupan) yang sudah ditetapkan secara adat oleh Lakimosa Kombi sebagai tanda persembahan kepada Era Wula Wathu Thana.

Kao Pholo dan Labe Kharapau. Acara ini dilaksanakan sehari setelah upacara Pathi Kharapau. Kao Pholo  adalah sebuah ritus adat untuk mengundang seluruh masyarakat adat Nitung, datang untuk makan dan minum bersama. Acara ini ditandai dengan pembagian masyarakat adat Nitung dalam 2 kelompok diatas Thubu, yaitu kelompok pertama berdiri dibagian utara, dan kelompok kedua dibagian selatan. Masing2 kelompok disiapkan nasi dan daging dalam 5 buah wadah (nera koli). Setiap kelompok diwakili satu orang melagukan nama tempat secara berturut-turut dan bergantian, kelompok selatan lebih dulu, dengan kata-kata sebagai berikut:
a.      Nunu Keu – Oko Wolo       : Retha mai, mai kha lama pesa wawi, ‘bho ‘bholo.
b.      Wua Tethu – Kabe Co       : Retha mai, mai kha lama pesa wawi, ‘bho ‘bholo.
c.       Raju Lebi – Lea Wawa      : Retha mai, mai kha lama pesa wawi, ‘bho ‘bholo.
d.      Koli Pela – Loa Keso          : Retha mai, mai kha lama pesa wawi, ‘bho ‘bholo.
e.      Nalu Wawa – Roki Role, Cai ae ubi ae thede: Retha mai, mai kha lama pesa wawi, ‘bho ‘bholo.
    Kelompok Utara, sebagai berikut:
a.      Thana ludu wa mai, Wathu pou wa mai  : Mai ka lama pesa wawi, ‘bho ‘bholo.
b.      Rea wa mai, Langa ca wa mai                 : Mai ka lama pesa wawi, ‘bho ‘bholo.
c.       ‘Bhati keni lae mai, Lenge tekho lae mai : Mai ka lama pesa wawi, ‘bho ‘bholo.
d.      Nunu wawa riphe mai, Wathu - Ao Pio wa mai   : Mai ka lama pesa wawi, ‘bho ‘bholo.
e.      Thana ludu watu kota wa mai, Nunu Teo Wathu Woko lau mai: Mai ka lama pesa wawi, ‘bho ‘bholo.
Setiap kali menyebut nama tempat secara bergantian antara kelompok selatan dan kelompok utara saling melempar dengan nasi dan daging yang sudah disiapkan dalam nera koli. Sampai pada lagu ke 5, semua anggota kelompok secara bersama-sama saling melempar dengan nasi dan daging, dengan demikian acara Kao Pholo berakhir dan langsung dilanjutkan dengan Labe Kharapau. Labe Kharapau adalah kegiatan memotong dan membagi-bagi daging kerbau untuk dibagikan kepada seluruh masyarakat adat Nitung. Sesudah Labe Kharapau, selama 2 hari Phije Potho (Masa berkabung). Pada hari ke 3 dilanjutkan dengan acara Ro Tolo. Acaranya sebagai berikut: Pada pagi hari para Lakimosa Kombi memotong Babi yang diserahkan oleh para Lakimosa Pathi sebagai pengganti Kerbau (Wawi cojo Karapau wai ne) karena para Lakimosa Kombi tidak memakan daging kerbau yang dipotong (haram). Pada malam harinya dipasang api untuk memanggang daging kerbau yang sudah dipotong-potong (Labe), dilanjutkan dengan acara Togo Nati Phatha (menari sambil menyebut nama-nama tempat) mulai dari sebelah Timur pulau Flores sampai di Nanga (salah satu nama tempat untuk bertemu secara adat di pantai Utara kabupaten Ende (Lio), kemudian berganti dari arah Barat pulau Flores juga berakhir di Nanga. Setelah selesai, para petugas menurunkan gong gedang (Maba Kho) dari (Woga Ca) dan membawanya ke atas (Thubu) pada malam itu juga untuk digantung pada tempat gantungan dari bambu yang sudah disiapkan. Sesudah Maba Kho dipersiapkan kegiatan dilanjutkan acara Nggeu. Nggeu  acara tarian dan menyanyikan lagu dalam bahasa adat sebagai berikut: O Nggeu ana 2 X, O ana motho kala le, O lele mbatha. Oh mbatha mo kae ari bhawe, ceka mo cala nanga reo, oh nggeu ana 2X. Nathi pata ne (diulang) 5X.
Setelah semua kegiatan selesai, Thunggu-thunggu (umbul-umbul), dan Maba Kho (Gong Gendang), dibawa kembali dan disimpan ditempat semula, sedangkan  tenda darurat tempat pemeriksaan/pengamatan kerbau (Tanga Kharapau) dibongkar dan dibuang di luar kampung Nitung (wa mai Liku). Bambu dan semua kayu yang dipakai selama acara Pathi Kharapau yang sudah dibuang Wa mai Liku tidak boleh digunakan untuk kepentingan apapun karena menurut kepercayaan dapat membawa petaka atau kematian.

Dengan selesainya acara terakhir di atas, maka berakhirlah semua rangkaian Upacara Adat Pathi Kharau di Nitung - Desa Niutng Lea, Kecamatan Palue – Kabuapten Sikka Flores NTT, yang berlangsung dari tanggal 14 sampai dengan 17 Maret 2011.

Pasti, masih banyak kurangnya tetapi daripada kehilangan semuanya, lebih baik yang sedikit ini saya catat. Terima kasih, kalau ada yang mau melengkapi kurangnya.

Ditulis kembali oleh: Wera Damianus,
Lakimosa Kombi Adat Nitung.
READ MORE - lanjutan...Upacara Adat Pahti Kharapau

Monday, April 4, 2011

Sebuah Permenungan


Sebuah permenungan
tentang
Pegawai Negeri Sipil (PNS), Jabatan dan Pejabat.

Mendengar kata PNS pikiran saya langsung melayang jauh ke sebuah tempat dimana berkumpul kelompok orang dengan seragam kebanggaannya dan dengan kehidupan yang penuh dengan kemewahan dan glamour. Dengan pikiran seperti itu banyak orang bercita-cita ingin menjadi PNS, kerja di kantor besar, mewah dengan berbagai fasilitas yang serba lengkap dan modern dan pasti dengan gaji yang sangat besar. Oleh karena itu, Setiap orang ingin hidup bahagia dan sejahtera. Untuk mencapai kedua harapan tersebut orang dapat menempuh dengan bermacam cara, antara lain dengan mengikuti pendidikan baik formal maupun non formal sebagai syarat dengan harapan dikemudian hari bisa bekerja dan atau berjuang untuk mendapatkan berbagai keterampilan sebagai bekal untuk menggapai harapannya. Untuk bekerja tentu juga dapat ditempuh dengan berbagai cara tergantung jenis pekerjaan yang tersedia. Bagi orang2 tertentu belajar merupakan kunci menuju kesuksesan dan mendapatkan pekerjaan, karena dengan memiliki pengetahuan dan keterampilan memadai seseorang akan jauh lebih mudah mendapatkan pekerjaan.
PNS merupakan salah satu jenis pekerjaan yang paling banyak diminati oleh sebagian besar orang Indonesia yang ingin merubah nasibnya ke arah yang lebih baik. Indikatornya adalah banyaknya pencari kerja yang melamar untuk menjadi PNS. Menjadi PNS juga menjadi cita-cita banyak orang setelah menyelesaikan pendidikannya di level manapun. Untuk bekerja sebagai seorang PNS terlebih dahulu mereka harus menempuh berbagai prosedur dan persyaratan sesuai ketentuan yang berlaku antara lain harus mebuat lamaran sesuai dengan latarbelakang pendidikan dan profesi yang akan ditekuni. Tujuan utama mereka melamar adalah menjadi PNS sehingga kalau Lulus pasti mendapatkan Nomor Identitas Pegawai yang lebih dikenal dengan sebutan Nomor Induk Pegawai atau sering disingkat dengan NIP. Karena dengan NIP seseorang secara pasti menurut ketentuan hukum telah terdaftar sebagai PNS, dan dengan sendirinya mendapatkan berbagai kemudahan dan terutama pendapatannya terjamin setiap bulan sepanjang hidupnya termasuk mendapat jaminan setelah pensiun atau meninggal.
Sepanjang pengamatan saya berdasarkan ketentuan yang berlaku, Tidak ada seorangpun yang melamar menjadi PNS untuk mendapatkan jabatan dan atau menjadi pejabat. Jabatan adalah sebuah kedudukan yang disediakan oleh Pemerintah berdasarkan kententuan yang berlaku untuk keberlangsungan roda pemerintahan, dan bukan untuk diperebutkan. Jabatan dengan sendirinya akan mengikuti fungsi dari sebuah organisasi yang dibentuk oleh Pemerintah untuk melaksanakan tugas tertentu. Sedangkan Pejabat adalah seseorang PNS yang karena Kepercayaan berdasarkan Standar Kompetensi yang dimilikinya diangkat untuk memangku jabatan sesuai ketentuan atau orang yang memiliki kewenangan dibidang kepegawaian untuk mendudukan seseorang dalam jabatan tertentu karena memiliki kemampuan dan prestasi atau kinerja yang dianggap cakap dan layak untuk jabatan tersebut dari PNS yang bersangkutan. Dengan kata lain Jabatan bukanlah Hak seorang PNS tetapi merupakan Kepercayaan yang diberikan oleh orang lain yang memiliki kewenangan untuk itu berdasarkan ketentuan peraturan yang berlaku. Jabatan tidak berlaku seumur hidup melainkan hanya berlaku sepanjang masih dipercayai oleh pejabat yang berwenang mengangkat, memindahkan atau memberhentikan sesuai ketentuan yang berlaku. Karena itu bagi sesorang PNS yang dikejar bukan jabatan melainkan prestasi kerja, dengan menunjukkan atau mengukir prestasi kerja dan perilaku yang baik, maka jabatan pasti akan datang dengan sendirinya tanpa perlu dikejar. Semoga.
READ MORE - Sebuah Permenungan

Program Inap Semalam

I. Pendahuluan
Kunjungan Kerja adalah sebuah kegiatan yang sering dilaksanakan oleh para pejabat Pusat atau Daerah untuk, melihat, mendengar, mengamati, mengevaluasi dan mengetahui langsung berbagai aspirasi, informasi, masalah dan data yang berhubungan dengan berbagai program pemerintahan, pembangunan dan pemberdayaan kemasyarakatan di lokasi kunjungan. Dari berbagai data dan informasi yang diperoleh dapat dijadikan dasar untuk mengambil berbagai kebijakan dan keputusan yang akan berguna untuk merencanakan kegiatan pemerintahan, pembangunan infrastruktur pedesaan, dan pemberdayaan kemasyarakatan yang bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
II. Latarbelakang/Permasalahan
Berdasarkan hasil pengamatan dan pengolahan data serta berbagai informasi yang dihimpun dari berbagai sumber menyimpulkan bahwa kunjungan kerja yang dilakukan selama ini kurang bermanfaat dan bahkan tidak berdampak bagi masyarakat yang dikunjungi karena disebabkan oleh beberapa hal yang dapat disimpulkan, antara lain:
1. Waktu kunjungan yang relative sangat singkat, hanya berdurasi antara 2 – 3 jam.
2. Pidato Pejabat yang berkepanjangan, membosankan dan menghabiskan waktu.
3. Bahasa yang digunakan sulit dimengerti dan dipahami oleh masyarakat kebanyakan.
4. Kesempatan berdialog relative dipersingkat dengan berbagai alasan.
5. Hanya merugikan masyarakat dan Pemerintahan setempat karena justru menimbulkan biaya tinggi.
III. Analysis Masalah
a. Waktu Kunjungan yang singkat dapat diperpanjang sesuai dengan keadaan.
b. Pidato membosankan dan menghabiskan waktu dapat diganti dengan dialog interaktif langsung dengan masyarakat dari hati ke hati sehingga masyarakat bebas mengemukakan pendapat atau permasalahan yang dihadapi.
c. Bahasa yang digunakan sederhana, tidak menggunakan istilah yang justru membuat masyarakat bingung dan kalau perlu menggunakan bahasa setempat.
d. Waktu dialog jangan dibatasi sehingga masyarakat secara bebas dapat mengemukakan berbagai permasalahan didesanya.
e. Kalau ada acara makan dan minum supaya ditanggung bersama atau oleh Pemerintah Kabupaten sehingga tidak menimbulkan biaya tinggi dan atau membebani masyarakat.

IV. Penyelesaian Masalah
Berdasarkan latarbelakang/permasalahan tersebut di atas, maka dalam masa kepemimpinan Bupati Drs. Sosimus Mitang dan Wakil Bupati Dr. Wera Damianus, M.M. periode 2008 – 2013, telah melakukan analysis terhadap masalah kunjungan kerja dan telah membuat program kunjungan kerja Pejabat Kabupaten ke Kecamatan dan Desa agar bermanfaat bagi masyarakat di Lokasi yang dikunjungi. Program Kunjungan tersebut dinamakan “Program Inap Semalam”. Maksud dan tujuan dari program tersebut adalah agar para pejabat Kabupaten semakin dekat dengan masyarakatnya sehingga dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan berbagai hal yang dianggap masyarakat di lokasi kunjungan kurang bermanfaat atau bahkan tidak berdampak. Dengan program Inap Semalam, diharapkan para pejabat yang melakukan kunjungan kerja dan masyarakat di lokasi kunjungan mempunyai banyak waktu untuk bisa berdialog, saling memberi dan menerima berbagai data dan informasi tentang keadaan kecamatan dan desa yang bersangkutan. Selain saling berbagi informasi dan data, juga bermanfaat untuk menciptakan suasana keakraban antara pribadi maupun antara pemerintah dan rakyatnya.
V. Manfaat yang diperoleh
a. Dengan hadir dan menginap di desa kita dapat secara langsung melihat sendiri keadaan kehidupan yang sebenarnya dari masyarakat di lokasi kunjungan.
b. Dengan berada dan menginap di desa kita dapat merasakan dan memahami penderitaan yang dirasakan masyarakat daripada hanya mendengar laporan lisan atau tertulis di belakang meja.
c. Dengan berada bersama masyarakat di desa dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa pemerintah kabupaten memberikan perhatian penuh dan dukungan untuk membantu mereka keluar dari permasalahan.
d. Dengan menginap di rumah penduduk, penghuni rumah memiliki harga diri dan kebanggaan bahwa rumah kediamannya pernah ditempati/diinapi oleh pejabat kabupaten walau hanya semalam.
e. Dengan berada di desa secara psikologis dapat mengangkat semangat petugas lapangan dalam menjalankan tugas dilapangan.
f. Dan yang terpenting adalah kita dapat langsung membuat penilaian yang diperlukan untuk menentukan rencana aksi pemerintah kabupaten terutama untuk situasi darurat.
VI. Simpulan
Berdasarkan analysis masalah dan penyelesaian masalah tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa untuk dapat menghimpun berbagai aspirasi masyarakat secara baik sangat diperlukan adanya kunjungan kerja dan program inap semalam di kecamatan dan desa lokasi kunjungan.
READ MORE - Program Inap Semalam

Upacara Adat "Pathi Kharapau"


Di Kampung Nitung, Desa Nitung Lea, Kecamatan Palue - Kabupaten Sikka.
Palue adalah sebuah pulau yang berada di utara pulau Folres, merupakan salah satu pulau dari pulau-pulau yang masuk dalam wilayah Kabupaten Sikka walaupun letaknya jauh dari teluk Maumere dan persisnya berada di wilayah utara Kabupaten Ende. Di pulau ini terdapat Gunung Api Rokatenda yang sampai saat ini masih tetap aktif. Untuk mencapai pulau Palue, orang dapat menggunakan perahu motor tradisional langsung dari pelabuhan L. Say Maumere menuju pulau Palue kurang lebih 4 jam, dan akan tiba dan berlabuh di pelabuhan Uwa Palue, atau dapat menempuh perjalanan darat dari Maumere menuju ke Mausambi atau Ropha di wilayah utara Kabupaten Ende kurang lebih 2,5  sampai 3 jam, kemudian dilanjutkan dengan menumpang perahu tradisonal menuju Palue kurang lebih 1 jam perjalanan. Ya, sebuah perjalanan yang menyenangkan tentu hanya bagi para petualang.
Palue merupakan bagian dari Kabupaten Sikka dimana Pemerintahan di pulau ini terdiri dari 1 Kecamatan dan 8 desa dengan ibukota Kecamatan berada di Uwa desa Maluriwu. Salah satu desa yang mempunyai Tradisi “Pathi Kharapau” adalah desa Nitung Lea, tepatnya di kampung Nitung dan Cua. Untuk mencapai kampung Nitung orang dapat menggunakan kendaraan ojek dari Uwa dengan biaya rata-rata Rp. 25.000,- dengan waktu tempuh 20 menit atau dapat berjalan kaki dengan waktu tempuh kurang lebih 2 jam perjalanan atau dapat berperahu menuju Langa Cua dan selanjutnya berjalan kaki menuju kampung Nitung. Nitung adalah sebuah nama kampung Adat dengan “Thubu” (tempat upacara adat) berada di tengah kampung, menandakan bahwa kehidupan masyarakat di daerah ini masih jauh dari sentuhan budaya modern.
“Pathi Kharapau” adalah salah satu upacara Adat di kampung Nitung desa Nitung Lea Kecamatan Palue, Kabupaten Sikka yang terletak di Pulau Palue. Upacara Adat “Pathi Kharapau” biasanya dilaksanakan setiap 5 tahun sekali. Upacara Adat ini merupakan sebuah upacara puncak Penyampaian Rasa Syukur dan Terima Kasih (Mbola So) atas semua keberhasilan dan juga kegagalan untuk semua hasil karya (dalam segala hal) yang sudah diperoleh masyarakat adat Nitung selama 5 tahun karena Kemurahan dan Belas Kasih serta Rahmat dan Berkat yang diperoleh dari “Era Wula Wathu Thana”. Era Wula Wathu Thana adalah sebuah kepercayaan yang diyakini oleh masyarakat adat Nitung bahwa selain kekuatan dan kehidupan di dunia ini, masih ada kekuatan yang lebih tinggi / maha tinggi yang dilambangkan dengan Era Wula dan para leluhur yang dilambangkan dengan Wathu Thana. “Pathi Kharapau” (bahasa Palue) artinya potong kerbau. Kerbau yang akan menjadi kurban persembahan ini adalah sebagai lambang atau tanda Rasa Syukur dan Terima Kasih masyarakat adat Nitung kepada Era Wula Wathu Thana, disiapkan dan dipelihara selama 5 tahun oleh “Lakimosa Kombi” (kepala adat).
Sebelum melaksanakan Upacara Adat “Pathi Kharapau” biasanya dimulai dengan beberapa kegiatan pendahuluan antara lain Kegiatan: Poo Thubu tene Pana Peta Wua Mudu, Poo Thubu Tene Noti Thubu dan Togo Niu Kharapau Ngarane serta Poo Thubu tene Mea Maba dan Togo (selama 5 malam). Berbagai kegiatan tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:

Poö thubu tene peta wua mudu: Poö thubu adalah sebuah ritus yang secara umum dilaksanakan di pulau Palue dan juga di Nitung. Ritus ini dilaksanakan dengan maksud untuk memohon Berkat dan Kemurahan dari “Era Wula Wathu Thana” (Penguasa dan Pencipta Alam Semesta dan para Nenek Moyang/Leluhur, yang dilambangkan dalam Era Wula Wathu Thana atau Matahari Bulan Batu dan Tanah) untuk berbagai kepentingan antara lain: membuka kebun baru, agar bunga dan buah yang muda tidak gugur, kesembuhan dari penyakit, terkabulnya sebuah perjuangan, kesuksesan dalam pekerjaan, dan sebagainya. Ritus ini dilaksanakan dengan cara menyembeli seekor anak babi di sore hari oleh Lakimosa, dimana darah babi akan dijadikan bahan persembahan kepada Era Wula Wathu Thana sebagai bagian dari permohonan agar berhasil dalam menyediakan wua mudu sedangkan dagingnya dibagikan kepada seluruh masyarakat adat Nitung sebagai tanda bahwa upacara Poo tubu tene peta wua mudu sudah dilaksanakan sekaligus mengumumkan kepada seluruh masyarakat adat Nitung untuk “Phije” (artinya tidak beraktifitas untuk semua jenis pekerjaan kecuali kegiatan rutin) selama 2 hari. Dalam hubungannya dengan upacara Pathi Kharapau dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat adat Nitung agar selama 2 hari berdoa dan memohon kepada Era Wula Wathu Thana supaya diberikan keberhasilan guna mempersiapkan bahan pangan (“wua mudu”) berupa beras, jagung, kacang, dan juga hewan terutama babi, dll, dalam rangka persiapan untuk menerima para tamu (kunu khapho, riu rero) yang akan datang pada waktu mengikuti upacara Pathi Kharapau.

Poö Thubu Thene Nothi Thubu dan Togo Niu Karapau Ngarane. Poo Thubu sebagaimana ritusnya sudah dijelaskan diatas bertujuan untuk memohon kepada Era Wula Wathu Thana agar memberikan keberhasilan kepada masyarakat adat Nitung guna mempersiapkan Thubu (tempat upacara adat), dan (Nothi thubu) membersihkan semua semak belukar dan lain-lain yang nanti digunakan sebagai tempat upacara Pathi Kharapau. Setelah “Pije” acara dilanjutkan dengan upacara Togo Niu Karapau Ngarane artinya seluruh masyarakat adat Nitung dan juga tamu secara bersama-sama melakukan tarian “Togo” (tarian adat) dan “Thio phata” (nyanyian adat) menyanyi sambil menyebut ulang nama kerbau yang akan dipotong agar selalu diingat. Catatan: Kerbau yang akan dipotong ini sudah diberi namanya sejak acara “Pua Kharapau” 5 tahun yang lalu, biasanya diberi nama sesuai dengan nama pemilik kerbau pada saat dibeli di wilayah utara pulau Flores. Kegiatan Nothi Thubu dan Togo Niu dilaksanakan secara bersama-sama seluruh masyarakat adat Nitung.

Poö Thubu tene Mea Maba dan Togo selama 5 malam: Acara poö thubu sama seperti sudah dijelaskan di atas, hanya berbeda tujuan yaitu memohon kepada Era Wula Wathu Thana  agar seluruh masyarakat adat Nitung diberi kesehatan dan kekuatan supaya dapat melaksanakan upacara Pathi Kharapau. Setelah Phije maka pada sore hari ke tiga, akan melangsungkan acara Mea Maba (membunyikan gendang adat) sebagai tanda bahwa upacara Pathi Kharapau sudah dekat. Dilanjutkan dengan kegiatan Togo (tarian adat) yang berlangsung selama 5 malam. Setelah malam yang ke lima kegiatan Togo, semua masyarakat adat dan juga para tamu menghentikan semua aktifitas adat dan tuba mata (tidur atau istirahat) dengan maksud untuk memulihkan kesehatan dan kekuatan yang menurun akibat acara togo selama lima malam. Keesokan harinya dilaksanakan kegiatan Lako Watu tene Liko Thubu.

Lako Watu adalah sebuah kegiatan yang dilaksanakan secara bersama-sama masyarakat adat Nitung dan juga para tamu, pergi mengangkat/mengambil batu di lokasi penggalian (tempat pengambilan sudah ditetapkan secara adat) dan membawa/memikul batu yang diambil secara bersama-sama ke kampung Nitung untuk kegiatan Liko Thubu. Batu yang dipikul berjumlah sepuluh buah terdiri dari dua buah ukuran besar sebagai lambang mewakili para Lakimosa dan delapan buah ukuran sedang sebagai lambang mewakili (Waiwalu) atau masyarakat, yang dikelompokan menjadi dua kelompok yaitu lima buah di bagian Lakimosa Kombi (Kepala Adat yang mempunyai Kerbau) dan lima buah dibagian Lakimosa Pathi (Lakimosa yang bertugas untuk potong Kerbau). Batu-batu yang dipikul ketika sampai di kampung akan diletakan bagian utara dan selatan Thubu masing-masing lima buah yang selanjutnya “disemayamkan” selama semalam dengan upacara yang disebut Cei Watu. Batu-batu ini akan dipergunakan untuk kegiatan memperbaiki bagian-bagian Thubu yang mengalami kerusakan (Liko Thubu).

Liko Thubu, kegiatan ini akan dilaksanakan sekitar jam 3 pagi dan harus sudah selesai sebelum matahari terbit atau sebelum datangnya cahaya matahari (± jam 5 pagi). Kegiatan ini akan dipimpin langsung oleh para Lakimosa dan dikerjakan oleh semua masyarakat adat Nitung dan juga para “Tamu” yang diundang khusus untuk melaksanakan kegiatan Liko Thubu. Dengan selesainya kegiatan Liko Thubu, maka selesailah semua acara atau kegiatan persiapan untuk menyambut Upacara Puncak “Pathi Kharapau”. Bersambung.
READ MORE - Upacara Adat "Pathi Kharapau"

Friday, April 1, 2011

5 Langkah Meningkatkan Kemampuan Menulis Anda

“Ikatlah ilmu dengan menulisnya”, begitu kata Ali bin Abi Thalib. Menulis bisa membuka jendela informasi baru, menulis bisa mempercepat proses belajar Anda, menulis juga bisa menjadi pekerjaan yang menarik dan menghasilkan. Namun kenyataannya tidak semua orang bisa menulis. Dalam artikel ini, saya akan membahas lima langkah yang akan membantu Anda meningkatkan kemampuan menulis.

1. Membaca

Membaca harus selalu menjadi daftar aktivitas Anda yang pertama. Dengan membaca, artinya Anda mempunyai lebih banyak sumber, referensi, dan informasi untuk ditulis. Membaca di sini tidak berarti harus buku, koran, atau majalah tapi juga halaman-halaman di internet.
Dalam membaca di internet biasakan juga untuk membaca link-link yang disarankan penulis. Baca juga komentar-komentar yang ada, walaupun sekilas, kadang mereka memberikan informasi tambahan. Gunakan fasilitas bookmark untuk menyimpan link-link menarik, siapa tahu salah satunya akan jadi referensi bagus untuk tulisan Anda.

2. Menulis

“The key to writing is writing”, begitu yang dikatakan Sean Connery ketika berperan sebagai penulis pemenang Pulitzer di film Finding Forrester. Sama halnya seperti berlari, jika Anda ingin menjadi pelari, larilah. Begitu juga dengan menulis. Memang ada pelatihan menulis dengan bermacam teorinya tapi akhirnya mereka akan bilang “Menulislah!”

 

3. Menentukan Standar Tulisan

Cari penulis yang menurut Anda hebat dan jadikan mereka sebagai standar tulisan Anda. Saya sendiri melakukan ini hingga sekarang. Untuk penulisan buku, saya mengambil Deke mcClelland sebagai standar. Untuk penulisan tutorial di internet, saya berguru pada Constantin Potorac, penulis Psdtuts+. Ketika macet waktu menulis tutorial di internet, saya biasa membaca kembali tulisannya. Untuk penulisan artikel desain, saya sangat menyukai smashingmagazine dan webdesignerdepot. Saya biasa mengamati artikel di sana dan membandingkannya dengan artikel sejenis di situs lain. Dengan cara ini, saya mengetahui apa kelebihannya dan bisa mengaplikasikannya pada tulisan saya.
Mengambil standar tulisan pada penulis-penulis tingkat dunia memang tidak akan membuat Anda lebih hebat dari mereka. Setidaknya, ini akan memacu Anda untuk terus menulis lebih baik.

4. Konsisten dengan Standar Tulisan

Dengan mengambil standar penulisan pada penulis tingkat tinggi, Anda akan dipacu untuk menulis lebih baik. Tentu saja, untuk menghasilkan tulisan terbaik dibutuhkan waktu dan keuletan. Anda tidak akan bisa menghasilkan tulisan yang baik hanya dalam satu atau dua jam. Kondisi ini mungkin membuat Anda mundur dari standar dan akhirnya berpuas diri dengan kualitas seadanya. Di sinilah dibutuhkan konsistensi. Paksa diri Anda untuk selalu menghasilkan tulisan yang lebih baik dari tulisan sebelumnya. Memang berat dan melelahkan namun hasilnya akan sepadan.

5. Mempelajari Skill Lain yang Berhubungan Dengan menulis

Kenyataannya ada banyak penulis dan calon penulis yang siap bersaing dengan Anda. Jika Anda hanya sekedar bisa menulis maka tidak akan ada kelebihannya dengan penulis lain. Oleh karena itu, cobalah untuk mempelajari skill lain yang bisa membuat Anda menonjol.
Misalnya, seorang penulis buku sebaiknya belajar InDesign agar bisa membuat layoutnya sendiri dan bisa bebas bereksperimen. Dengan skill ini, setiap bukunya akan menonjol karena biasanya pengarang lain menggunakan template dokumen yang sama dari penerbitnya. Jika Anda penulis blog, sebaiknya memahami kode-kode dasar HTML seperti pembuatan link atau penulisan class CSS. Bahkan akan lebih bagus lagi jika si penulis bisa melakukan editing gambar sederhana agar tampilan artikel blognya lebih menarik.
Inilah beberapa langkah yang saya temukan sangat efektif untuk meningkatkan kualitas tulisan. Bagaimana menurut Anda, punya tips yang ingin ditambahkan?

 

READ MORE - 5 Langkah Meningkatkan Kemampuan Menulis Anda